Wednesday, June 15, 2011

Pengusaha Jagung di Lotim Belum Tertarik iPasar


HARGA jagung di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) saat ini rata-rata Rp 275-280 ribu/kwintal atau setara Rp 2800/kilogram (kg). Angka tersebut terbilang cukup mahal dan cukup menguntungkan bagi para pengumpul. Termasuk bagi para petani.

Hal itu diutarakan seorang pengumpul jagung asal Desa Mamben Daya Kecamatan Wanasaba, Ihsan. Ditemui Suara NTB di gudang penyimpanan jagungnya Senin (13/6), Ihsan yang akrab dipanggil Ican ini menuturkan jagung-jagung yang dikumpulkannya itu sebagian besar dijual ke luar daerah. Ke Probolinggo Jawa Timur (Jatim) dan ke Denpasar Bali.

Harga jagung saat ini, lanjutnya sudah bertahan selama dua minggu terakhir. Harga itu pun dianggap cukup stabil. Dibandingkan beberapa saat yang lalu. “Pernah juga tembus sampai Rp 300 ribu/kwintal,” tuturnya. Cukup menjanjikannya harga jagung itu membuat margin keuntungan yang diperoleh cukup besar juga.

Hanya saja, untuk saat ini ia mengaku kesulitan mendapatkan barang. Pasalnya, memasuki pertengahan tahun 2011 ini, sejumlah petani tampak masih memilih menanam padi dibandingkan palawija. Akibatnya, stok palawija, utamanya jagung beberapa bulan terakhir ini dianggap cukup sulit untuk diperoleh.

Ican menuturkan, biasanya ketika jagung lagi ramai, ia bisa mengirim ke luar daerah rata-rata 80 ton/minggu. Sementara saat ini, ia hanya bisa paling banyak 11 ton perminggu.

Sebagai pengumpul, Ican mengaku jagung-jagung yang didatangkan ke gudangnya ini berasal dari sejumlah daerah di NTB. Termasuk dari Pulau Sumbawa. Menggeluti usaha dibidang jual beli jagung ini dimulai sejak tahun 2005. Dengan jaringan yang telah dimiliki, membuat sistem beli jagung cukup menguntungkan.

Ditanya soal iPasar, Ican mengatakan tidak terlalu banyak taku dan tampak tidak terlalu ingin mengetahuinya. Mekanisme penjualan yang sekarang digelutinya dirasa sudah cukup menjanjikan. Sepenngetahuannya, Konsep iPasar dinilai sama saja dengan sitem pabrikan. Menuntut untuk pengadaan barang yang sesuai dengan standard. Seperti harus memenuhi kadar air dan semacamnya.

Mekanisme penjualan dengan memperhatikan standar itu dianggap menyulitkan petani. Pasalnya, ketika petani sudah selesai panen kadar air memang masih cukup tinggi. Pabrik kerap menawarkan kadar air rendah. Sementara, para pengumpul lebih berfikir cepat. Jika harus menunggu sampai kadar air sesuai permintaan, kerugian ditaksir jauh lebih besar.

Berdasarkan hal itu, maka para pengumpul ini lebih tertarik menjual ke luar daerah dibandingkan mengikuti tawaran iPasar dengan konsep lelang internetnya.

Letak kerugiannya, terang Ican tentunya pada transportasi dan juga pada harga pembelian. Dimana, sebelum kadar air memenuhi standar pabrik itu harga sudah jauh susutnya. Sementara itu, sistem penjualan ke luar daerah masih mempertimbangkan berat bersih. Uangnya pun langsung bisa diterima.

1 comment: