Friday, October 15, 2010

Fight Hunger

The occurrence of climate change is often triggered disasters in Indonesia, including NTB require a high level of vigilance against the possibility of starvation. The threat of starvation due to the disaster that must be fought as early as possible. One of them, should revitalize the village government kembalai food reserve (CPPD).

Thus disclosed Head (Head of) Food Distribution (DP) Food Security Agency (BKP), the Ministry of Agriculture (Kementan) RI, Arman Monek, answering reporters after a dialogue with the theme of independence filling food to combat hunger in the Hotel Lombok Raya Mataram on Thursday (14 / 10) yesterday.

Food reserves at the central government began to district / city believed to be quite safe. Still a problem is the food reserve at the village level. Under the regulations the minister of interior (Permendagri) No. 20 of 2008 on village food reserves, it is deemed necessary to revive in every village there are food reserve administration.

Added, anticipation of hunger is considered a necessity. Where, the threat of landslides, droughts, floods and various forms of unwanted disasters occur it can be anticipated in advance.

Dilingkup own food security, sought the society itself also has a food reserve. Therefore be given assistance barns and create community food distribution agencies (LDPM). Where nationally LDPM provided untu 750 villages, and the NTB itself to about 20 villages. Besides, there are national assistance barns as much as 282 barns.

Of that amount realized is still very much compared with the number of villages in the entire NTB. The hope, the villages could be a stimulus given to the regions and communities themselves to do the same. Because the duty to provide food that is not just a government obligation. Mandate in Act No. 7 of 1996 concerning food security, stated the government and society together have an obligation to achieve food security.

Arman asserted, hunger-related problems with the condition that is always a surplus of food production is believed to have no hunger. "That there was poverty, hunger if the Indonesian people had no hunger," he believes.

Thursday, October 14, 2010

Famine Threat Anticipation




One of the serious attention the government is the problem of food. The development of current world demand for permanent availability of food, so they can avoid the threat of starvation. Forests can be seen to provide solutions to the problem of food.

MINISTER forestry, Zulkifli Hasan in his speech said the forest area can be used principally to produce the best possible food. Htan has a potential food source. In the forest can be planted tubers, nuts, seeds are planted without damaging the beauty of the forest.

The expression of Forestry was presented in the activities of the National Seminar on World Food Day held at the Hotel Jayakarta Senggigi, Wednesday (6 / 10) last night.

Mentioned Forestry, a total of 77 types of food sources that contain carbohydrates can be produced from the forest. A total of 26 species of beans, 110 buji type of grain and about 1260 kinds of medicine. Recognizing that forests have great potential for substantial benefits for improving food security, since the year 2008 and then pursued the activity of intercropping.

Contribution of forests covering 7.9 million hectares of forest area to be used as intercropping. From that area, can produce about 3.3 million tons per year in the form of food grains, corn and a variety of other food commodities. Last ten years we are able to exit from the threat of famine and continue to work towards food self-sufficiency.

According to Zulkifli, if farmers are not prosperous forest may be damaged. Conversely, kawawsan forests that are damaged because of poor farmers. Where, for thinking about the forest eat definite choice. Moreover, the poor were so far mostly located in the vicinity or inside the forest area.

Meanwhile, the Governor of NTB, TGH. M. Zainul Majdi, MA about food-related claim, a nation that can reach the peak of civilization when he was able to meet its food security.

Governor tries to tells the history of the Prophet Joseph, in Egypt, tens of centuries ago. It is said, the Prophet Joseph was the only person who directs menyetok importance of food to deal with a bad season. "Only Joseph can maintain food sovereignty that time," he explained. So his day, Egypt's quite advanced.

Based on historical fact, the food is considered the Governor, food shows dignity of the nation. Realizing this, West Nusa Tenggara provincial government is very serious in matters of food. It's just talking about the area, of course is the authority of the minister of forestry. Because the unconscious, the region relied hutanlah yangd apat can continue to support food security. "We expect this Forestry policy in favor of the community," said the Governor.

Sunday, October 3, 2010

Prubahan Iklim Bisa Meningkatkan Angka Kemiskinan


“Banjir terjadi dimana-mana, di daerah tertentu curah hujan semakin kecil. Bumi semakin panas akibat lapisan ozon yang hilang,” demikian beberapa hal akibat dari dampak perubahan iklim. Masyarakat miskin, petani di pedesaan, nelayan di pesisir laut dianggap paling rentan terkena dampak perubahan iklim yang terjadi.

DOKTOR Dewi Kirono dari Badan Kerjasama Pembangunan Internasional Australia (AusAID) mengatakan, badan dunia beranama The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), mencatat perubahan iklim terus terjadi sejak tahun 1900. Sebagian besar karena ulah manusia. Antara lain karena efek rumah kaca.

Hal itu diterangkan Dewi kepada wartawan disela workshop mengenai perubahan iklim memberi gambaran, bahwa perubahan iklim ini perlu dirancang bagaimana strategi mengatasinya. Sehingga dampak negatif bisa dikurangi.

Secara global, bumi semakin panas dengan suhu mencapai 0,90 celcius. Untuk manusia mungkin tidak terlalu berdampak, namun untuk ekosistem yang sensitif, seperti tumbuh-tumbuhan jelas akan memiliki dampak yang besar. Kondisi perairan pun saat ini diangkap sudah morat-marit.

Mengatasi persoalan itu, maka perlu manusia diajarkan beradaptasi. Utamanya bagi kalangan petani atau nelayan di pesisir. Di NTB, saat ini sedang dilakukan identifikasi masalah perubahan iklim tersebut dan bersama para peneliti dari Universitas Mataram (Unram) bekerjasama dengan peneliti dari Australia merancang strategis bagaimana adaptasi terhadap lingkungan yang terus berubah ini.

Di Unram telah ada tim khusus yang akan meneliti dan mencoba turut merancang strategi adaptasi perubahan iklim ini, utamanya dampaknya bagi masayrakat miskin. Guru besar peternakan, Prof. Dr. Ir. Yusuf Achyar Sutaryono, sebagai selaku leader tim penyusunan project adaptasi iklim tersebut.

Menjawab wartawan, Yusuf mengatakan, masyarakat NTB khususnya belum mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim yang terjadi selama ini. Dicontohkannya, petani tembakau di NTB. Terjadinya curah hujan yang tinggi tahun ini tidak siap dihadapi, akibatnya produksi menurun.

Yusuf Achyar Sutaryono mengatakan terjadinya perubahan iklim alias climate change bisa membuat masyarakat semakin miskin. Hal itu terlihat dari fakta-fakta yang terjadi di pedesaan. Utamanya terhadap petani dan nelayan di pesisir.

Menyadari hal itu, dipandang perlu ada rancangan strategis untuk menyusun bagaimana masyarakat bisa tahu cara beradaptasi dengan perubahan iklim yang terus terjadi. Yusuf mencontohkan, terjadinya la nina saat ini tidak diketahui oleh petani. Akibatnya, petani hanya bespekulasi.

Spekulasi yang kurang tepat terhadap iklim tentu akan berdampak besar pada tanaman. Ketika tanaman petani rusak, jelas akan berpengaruh pada pendapatan mereka. Imbas akhirnya mereka semakin miskin. “Di pedesaan itu kan ada aktivitas pertanian, perkebunan, peternakan. Bisa dipastikan, merekalah yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim ini,” ucapnya.

Harus Ada Penghargaan

Dr. James Butler, seorang peneliti dari Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) Australia mengatakan negara-negara maju memang sepantasnya memberikan penghargaan dan bantuan kepada negara berkembang seperti Indonesia. Utamanya dalam hal penyelamatan dan memperhankan lingkungan.

Menurutnya, persoalan ini sifatnya sangat politis. Sehingga ketika ilmuan dari Australia ini disoal panjang terkait hal itu, ia menolak bicara lebih panjang. Jelasnya, bagi James, harus memang ada sebuah kompensasi yang diberikan negara-negara maju.

Negara Indonesia dikenal sebagai paru-paru dunia. Negara agraris ini dinilai memang sebagai penyelamat dunia dari dampak perubahan iklim, alias climate change yang selama ini terus mengancam dunia. Bumi semakin panas, karena hancurnya lapisan ozon akibat pembangunan di negara-negara maju yang kurang memperhatikan dampak lingkungan.

Indonesia dan Brazil yang dikenal sebagai jantung dan paru-parunya dunia ini harus diberikan reward oleh negara-negara maju. Terlebih, selama ini Indonesia terus diminta oleh dunia global untuk menjaga lingkungannya terhadap dampak perubahan iklim ini.

Persoalan Akreditasi Kedaluarsa, Antara Kemalasan PT atau Ketidakseriusan BAN PT

Sejumlah perguruan tinggi (PT) ternama di NTB ternyata memiliki persoalan dalam hal akreditasi program studi. Selain telah dinyatakan banyak prodi yang kedaluarsa, diperparah lagi dengan prolehan akreditasi paling rendah, akreditasi C. Persoalan itu menimbulkan penafsiran, apakah karena kemalasan perguruaan tinggi (PT) atau ketidakseriusan Badan Akreditasi Nasional (BAN) Perguruan TInggi (PT)?

TERHADAP persoalan akreditasi tersebut, sejumlah Rektor yang ditanya mengaku sudah berusaha keras agar bisa mendapatkan akreditasi yang baik. Mulai dari Rektor Universitas Mataram (Unram), Prof. Ir. Sunarpi, PhD., mengaku sudah membentuk tim khusus bahkan untuk dapat segera mendapatkan predikat akreditasi pada semua prodinya.

Soal akreditasi ini pun menjadi bagian yang diungkapkan sebagai prioritas Unram. Akreitasi kembali disebutkan Rektor Unram itu sebagai bagian dari PR Unram yang disebutkan Sunarpi dalam peringatan Dies Natalis Unram ke 48 Sabtu (2/10) lalu.

Begitupun Rektor Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Mataram, Dr. H. L. Said Ruhpina. Dikatakan, pihaknya selalu intens melakukan komunikasi dengan BAN PT agar segera mendapatkan akreditasi. Namun, kendala di BAN PT nilainya yang kurang tenaga sehingga terpaksa membuat antre seluruh PT yang ada di Indonesia. Ribuan prodi yang harus di akreditasi.

Keharusan mengantre itu diakui pula oleh salah seorang assessor BAN PT dari Unram, Prof. Ir. H. Mansur Ma’shum, PhD. Tahun ini saja sekitar 7 ribu prodi. Sementara tenaga Assesor terbatas. Ditambah lagi panjangnya proses yang harus dilalui hingga bisa prodi PT bersangkutan diberikan great akreditasi.

Mengakreditasi prodi dan juga akreditasi lembaga atau istitusi pendidikan itu ada aturan hukum yang jelas. Tidak ada alasan bagi PT sebagai institusi pendidikan tidak melakukan akreditasi. Aturan hukumnya, mulai dari pasal 60 dan 61 UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) juncto (jo) pasal 147 UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen jo pasal 86, 87 dan 88 Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional (SPN) serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) tahun 2005 tentang BAN PT.

Bagi yang tidak terakreditasi, ditafsirkan tidak diperkenankan mengeluarkan ijazah. Terang saja mahasiswa terombang ambing dan kebingungan mengetahui prodinya tidak terakreditasi. Persoalan terbesarnya, ijazah mereka tidak memiliki player effect sama sekali. Tidak heran juga kalau melamar ke sebuah perusahaan ternama, mereka terpental dengan sendirinya.

Apakah mahasiswa dibiarkan menjadi korban atas sistem yang dibuat para elit pendidikan ini? Harapan mahasiswa ada jalan keluar yang bijak yang bisa diambil para penentu kebijakan. Tentu tidak diinginkan mereka, sudah bayar kuliah mahal-mahal namun ijazah tidak ada gunanya jelas akan menjadi masalah baru. Bisa menambah pengangguran structural.

Sedangkan bagi Rektor Universitas 45 Mataram, Drs. H. Sabidin Rifaeni, menilai soal akreditasi memang telah diamanatkan konstitusi. Sejauh ini, PT tidak selalu berusaha untuk meningkatkan akreditasinya. Tidak ada PT yang tidak ingin mendapatkan great akreditasi terbaik. Namun acap kali termentahkan dalam proses pengurusannya. Disadari Rektor Universitas 45 Mataram ini mendapatkan akreditasi C bisa dibilang hanya sekedar lulus. Akreditasi C terlalu kecil dan rendah.

Hanya saja, menurut Sabidin, persyaratan yang dituangkan BAN PT terlalu ribet. Sehingga PT dalam mengurus akreditasi sangat panjang jalan liku yang harus dilalui. Dokumen-dokumen yang harus diisi sangat panjang. Ia mengatakan prinsipnya ijazah tanpa great akreditasi bisa saja sah. Diibaratkan Sabidin, BAN PT hanya memberikan predikat, berupa nilai A, B dan C. seperti predikat ISO.

Ditanya mengenai akreditasi prodi di kampus 45 Mataram yang dalam catatan BAN PT banyak yang telah kedaluarsa dibantah Sabidin. Katanya, kampus 45 sudah lama mengusulkan akreditasi dan sudah terakreditasi semua. Harapannya, BAN PT bisa mengupdate data yang dimuat secara online di situs BAN PT tersebut. Pasalnya, kalau tidak diperbaharui bisa merugikan PT dan mahasiswa sendiri.

Ditambahkan Sabidin, BAN PT semestinya bisa menambahkan tenaga assessor nya. PT yang berada di wilayah Indonesia bagian timur semestinya bisa diakreditasi oleh BAN PT yang ada di wilayah timur. Tidak seperti sekarang dipusatkan semua di Jakarta. Tenaga BAN PT yang terbatas itulah yang dianggap paling banyak memicu keterlambatan proses akreditasi.

Sementara itu, pemerhati pendidikan, Dr. H. Rusliawan, MPd, menilai, persoalan akreditasi selama ini sepihak diurus oleh PT. Jajaran PT yang harus mengejar bola mencari great akreditasi. Jika tidak ada usulan, maka dibiarkan saja prodi bersangkutan mati karena tidak pernah ada pengakuan. Harapannya, BAN PT bersama Direktorat Jendral (Dirjen) Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) bisa aktif juga.

Selama ini dinilai belum ada aturan hukum yang jelas sebenarnya. Aspek hukum apa yang akan diterima jika tida terakreditasi. Memang ada aturan yang mengamanatkan harus terakreditasi. Namun dictum yang jelas tentang akreditasi itu dalam penjelasan Peraturan Pemerintah (PP) yang lebih teknis belum ada sampai sekarang. Diharap pememrintah segera memberikan aturan yang lebih jelas.

Bagi PT sendiri diharap bisa membentuk tim khusus baik ditingkat perguruan tinggi maupun di tingkat fakultas. Tim ini diharap bisa mengawasi dan mengurusi secara murni persoalan akreditasi. “Bila perlu bentuk kelembagaan khusus,” sarannya.

Mekanisme seperti dewasa ini di PT, di fakultas menyerahkan sepenuhnya ke Pembantu Dekan I dianggap tidak cukup. Pasalnya, mengurus akreditasi dengan sistem seperti sekarang cukup sulit untuk bisa cepat. Sementara disadari tiap tahun PT mengeluarkan ijazah.

Konon, tahun 2011 ini yang tinggal dua bulan ini, pemerintah pusat telah memberikan warning kepada seluruh PT baik negeri maupun swasta agar segera mengakreditasi prodi-nya. Namun tampaknya, warning itu tidak mungkin bisa direalisasikan mengingat fakta sebagian besar PT belum jelas akreditasinya. Semoga benar, para generasi penerus bangsa yang menempuh kuliah tidak menjadi korban atas kesemrautan sistem dalam dunia pendidikan tersebut.