Monday, December 20, 2010

Efek Tetes Ekonomi Pariwisata NTB (1)



Kecantikan dan kemolekan alam dan kekayaan budaya yang dimiliki NTB disadari sebagai daya tarik luar biasa, modal gratis anugrah sang Kuasa bagi NTB. Dipublikasikan besar-besaran agar orang bisa tertarik datang berkunjung menikmati NTB. Sadar akan potensi besar itu, sector pariwisata oleh Gubernur NTB, TGH. M. Zainul Majdi, MA dan wakil Gubernur NTB Ir. Badrul Munir, MM menjadikannya sebagai sector unggulan yang akan digerakkan untuk bisa mengangkat martabat NTB. Termasuk mengangkat dari keterpurukan ekonomi.

SEMUA kalangan tanpa keraguan memuji dan mengangungkan Lombok dan Sumbawa beserta 282 pulau kecil yang mengelilinginya. Sebanyak 4,49 juta jiwa penduduk yang mendiami NTB digadang bisa menikmati economic impact atau pengaruh kemajuan perekonomian NTB sebagai imbas langsung hadirnya wisatawan ke NTB.

Klaim pemerintah dunia pariwisata mulai menggeliat. Hal itu seiring dengan tumbuh dan berkembangnya sumber-sumber pendapatan masyarakat baru. Lahir pengusaha-pengusaha baru dibidang pariwisata, antara lain tumbuh perusahaan travel, lahir hotel-hotel baru dan beragam kegiatan ekonomi yang bergerak di bidang pariwisata lainnya. Namun klaim pemerintah dinilai sebuah kebohongan.

Direktur Permata Rinjani Tours and Travel, Fahrurrozi mengatakan, apa yang dilakukan pemerintah selama ini hanya untuk kepentingan pemerintahs aja. Pertumbuhan ekonomi yang langsung dirasakan masyarakat sebagai salah satu dari multiplayer effect katanya hanya gulatan teori saja.

Pemerintah dinilai hanya berapologi terhadap kelesuan sector pariwisata yang bersembunyi. Fakta di lapangan dirasakan pelaku wisata ini hanya hanya menjadikan masyarakat kecil sebagai penonton saja. Pemerintah saja yang dinilai girang dengan klaim arus kunjungan yang ditargetkan 700 ribu orang ini.

Pelaku wisata ini pun siap menantang pemerintah melihat kondisi ril pariwisata NTB. Teori yang digaungkan pemerintah mampu mengangkat perekonomian masyarakat sama sekali tidak terasa. Bahkan terhitung sejak tragedy 1/7/1 silam, tidak ada sedikitpun geliat pariwisata yang ia rasakan.

Pengusaha yang sudah terlihat maju semakin maju sedangkan yang rendah semakin tenggelam. Disinilah ketidakadilan pemerintah. Akibatnya, pariwisata yang katanya maju hanya dirasakan oleh kalangan elit dibawah intervensi pemerintah. Sedangkan pengusaha yang masih merangkak, malah semakin tiarap gerakannya. Diibaratkan, dalam dunia usaha pariwisata ini berlaku hukum rimba. Yang kuat semakin kuat yang lemah semakin tidak berdaya.

Pengusaha kecil semakin gigit jari menonton aksi riang para pelaku usaha yang sudah besar. Jangankan bicara kesejahteraan, soal kemampuan untuk mempertahankan usaha pun terpaksa terbirit-birit.

Seperti dirasakan Fahrurrozi ini, perusahaan travel yang dipimpinnya justru semakin lesu. Tidak ada kegirangan dan keceriaan yang ia rasakan dengan klaim kemajuan pariwisata tersebut. Harapannya, pemerintah bisa memediasi para pelaku usaha kecil agar bisa bernafas. Tak ayal juga, banyak rekannya yang sedang merintis ini kolap.

Ditambahkan, promosi yang telah menelan dana Rp 8,5 miliar dalam kegiatan Tourism Indonesia Mart and Expo (TIME) 2009 dan 2010, masing-masing Rp 5 miliar dan 3,5 miliar hanya buang-buang uang saja. Tidak ada sedikit pun dampak yang nyata bagi pelaku usaha kecil dalam bidang pariwisata ini.

Teori estimasi TIME 2010 misalnya dikatakan telah mampu mentraksikan 18,9 juta dolar Amerika tentu dipertanyakan kemana arahnya? Transaksi para buyer dan seller wisata Bagi Fahrurrozi semuanya hanya teori saja. “Saya juga sering ikuti acara yang serupa, tidak ada perubahan sama sekali,” imbuhnya.

Selama lima tahun menjalankan usaha bidang pariwisata itu katanya hanya isapan jempol saja kemungkinan adanya untung besar. Faktanya, teori dengan praktek di lapangan ini benar-benar tidak sesuai.

Sedikit berbeda dengan Fahrurrozi, Sales Manager Hotel Senggigi Beach Hotel, Okayana, mengatakan klaim pemerintah terhadap arus kunjungan wisata yang mulai menggeliat ke NTB cukup dirasakan dampaknya.

Kebijakan Gubernur NTB, TGH. M. Zainul Majdi, MA., agar event-event Meeting Incentive Convention and Exhibition (MICE) diadakan di NTB sangat terasa. Arus kunjungan wisata berdampak cukup besar pada income perhotelan. “Benar apa yang dikatakan pemerintah itu,” cakap Okayana.

Disebutkan, pertumbuhannya antara 65-80 persen. Angka itu dipandang sudah cukup bagus perkembangannya. Selama beberapa bulan terakhir ini khususnya, Gubernur NTB dipandang telah mampu membuat tersenyum para pelaku wisata perhotelan itu.

Hanya saja yang dominan masih angka wisatawan domestic saja. Sementara wisatawan luar negeri masih sangat minim. Kegiatan promosi yang mulai geliat pun dirasa sudah mulai terlihat. Selama mulai Juli-Agustus, September-Oktober angka kunjungan wisatawan yang menggunakan fasilitas hotel cukup terasa.