Wednesday, June 15, 2011

Kredit Mengendap Petani Tembakau Capai Rp 1,6 Triliun


Sejumlah petani tembakau di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) mengalami sindrom ketakutan. Musim tanam tembakau selama dua tahun terakhir, 2009-2010 benar-benar memukul para petani tersebut. Karenanya, pada musim tanam 2011 disinyalir banyak petani tembakau yang memilih tidak menanam tembakau. Pasalnya, kredit diperbankan masih menumpuk. Terhitung dari semua jumlah petani di Lotim, total kredit yang masih mengendap mencapai Rp 1,6 triliun.

Demikian perhitungan salah seorang petani tembakau asal desa Kota Raja Kecamatan Sikur Lotim, Lalu Arwan, SH. Petani yang juga mantan anggota DPRD Lotim politisi Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDIP) menyebut, jumlah petani di Lotim sebanyak 16.000 lebih. Tingkat kerugian yang dialami petani mencapai Rp 100-500 juta. “Jadi akumulasi kerugian petani ini mencapai Rp 1,6 triliun,” tegasnya.

Kredit macet karena petani sebagian besar tidak bisa membayar. Kerugian yang dialami petani membuat petani tidak bisa membayar hutang-hutang di perbankan. “terjadi kemacetan pembayaran kredit, silahkan bisa di cek di perbankan-perbankan,” unggahnya.

Pemerintah harapannya bisa memperhatikan nasib para petani ini. Dimana aspek permodalan menjadi kendala terbesar petani. Dana Bagi Hasil Cuhai Hasil Tembakau (DBH CHT) diharap bisa menjadi solusi terhadap persoalan petani itu. Namun sejauh ini belum ada yang turun dana tersebut.

Diketahui, pemerintah menjanjikan akan memberikan kredit lunak DBH CHT. Untuk Kabupaten Lotim diketahui nilainya mencapai Rp 32 miliar dari Rp 130 miliar yang diperoleh Provinsi NTB tahun 2011 ini meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 109 miliar lebih.

Pola pemberian bantuan ke petani dengan memberikan kompor tembakau batu bara (Tembara) dipandang kurang tepat. Terlihat dengan banyaknya kompor tembara yang terpaksa dijual oleh petani ke tukang besi Rp 150 ribu.

Hal senada diutarakan H. Nurman Hamsyu, petani yang juga Kepala Desa Kota Raja ini mengaku selama dua tahun terakhir menanam tembakau selalu mengalami kerugian cukup besar. Terakhir tahun 2010 lalu, ia menanam di atas lahan seluas 4 hektar (ha).

Modalnya mencapai ratusan juta rupiah. Akibat merugi Rp 120 juta, ia pun terpaksa belum bisa membayar kredit di Bank Narapada Nusa Labu Api Lombok Barat (Lobar). Mengambil kredit diperbankan yang jauh dari rumahnya karena dipandang hanya perbankan itu yang memberikan kredit.

Soal jumlah petani yang minim menanam tembakau dibenarkannya. Disebukan di Desa Kota Raja diketahui sebanyak 70 orang petani tembakau. Pada musim tahun ini yang menanam hanya 3-5 orang saja. Hal itu, kembali disebabkan karena para petani yang terjebak kredit yang macet. “Jadi kita semua (petani tembakau-red) ini terkendala modal,” demikian ucapnya.

No comments:

Post a Comment