Saturday, July 24, 2010

Jadikan Berugak Tempat “Ngerumpi” yang Lebih Bermakna

Secara historis, masyarakat NTB, khususnya Lombok memiliki tradisi ngobrol. Masyarakat pedesan khususnya kerap kita lihat kumpul, ngerumpi. Tempat yang paling disenengi adalah gerdu (berugak). Selama ini kebiasaan ngerumpi dilakukan masyarakat pedesaan terkesan kurang bermakna.

SADAR akan potensi masyarakat itu, Desa Kekeri Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat (Lobar) menggali dan memanfaatkanya. Jadikan media berugak sebagai tempat ngerumpi yang lebih bermakna.

Kepala Desa (Kades) Kekeri, Hafizin, AMd., menuturkan, pada mulanya kegiatan pembangunan di desanya hanya mengandalkan uluran tangan pemerintah. Tidak ada partisipasi dari masyarakat. Utamanya para ibu-ibu yang memiliki kebiasaan ngobrolin orang.

Hafizin yang ditemui di sela acara berbagi pembelajaran bersama berbagi pembelajaran program Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCES) yang digelar di Hotel Lombok Raya Mataram, Rabu (30/6) kemarin. Dikatakan masuknya program ACCESmenawarkan gerdu cerdas dirasakan sudah banyak perubahan signifikan yang bisa dirasakan. Antara lain, para ibu-ibu saat ini cukup bersemangat dalam setiap agenda pembangunan.

Manfaat berugak yang selama ini hanya sebagai hiasan sudah dijadikan central pengaduan. Semua orang yang meminta bantuan bisa mengadukan keluhannya di berugak (gerdu cerdas) tersebut.

Persoalan mendasar di Desa Kekeri biasanya sangat kesulitan mengumpulkan ibu-ibu saat ini sudah dirasa tidak lagi. Digerdu itulah lahir hasrat dan keinginan yang coba disalurkan dan dicari jalan keluarnya. Saat ini pun telah ada proses kaderisasi yang melahirkan generasi penerus, para remaja yang terlihat sangat bersemangat dan kompak.

Kegiatan gotong royong yang sempat terpendam kembali bisa dihidupkan. Untuk mendukung kegiatan, jelas ada dukungan penganggaran. Pemerintah sendiri saat ini dirasa tidak kesulitan dengan kesadaran yang telah terbangun dari masyarakat.

Selanjutnya, Sekretaris Jendral (Sekjen) Jaringan Masyarakat Sipil (JMS), Tommy, menyampaikan keberadaan berugak yang sudah mengakar dalam budaya Indonesia bisa dijadikan ruang pembangunan. Tidak sebatas dijadikan pos jaga.

Coba diredefinisikan Tommy, bahwa keberadaan berugak selama ini tidak tidak saja berfungsi sebagai central militer seperti masa lalu. Namun lebih dari itu, ada fungsi sosial yang terkandung. Kepemilikan berugak, siapapun yang membangunnya tidak secara ekslusif murni milik orang yang membangun. Namun milik semua pihak.

Peralihan dari fungsi militer ke fungsi sosial ini dirasa cukup menarik. Peran itulah yang dirasa cukup bagus dan diambil ACCES untuk dimanfaatkan sebagai media pembangunan. Ajak masyarakat untuk turut berpartisipasi membangun pendidikan, menata kekurangan dalam setiak kegiatan pembangunan.

Selama ini dinilai Tommy, kegiatan membangun kurang melibatkan masyarakat. Dinilai ada perlawanan terhadap kebiasaan masyarakat ngerumpi tersebut. Dimana, kalau bicara pendidikan diarahkan cukup disekolah, bicara kesehatan cukup di dinas kesehatan dan sejenisnya. Sekjen JMS ini, kebiasaan masyarakat tersebut harus dimanfaatkan. Belajar diberugak sambil ngobrol santai.

Dikritik Tommy gerakan 3A (Akino-Absano-Adono) yang mengarahkan ke tempat-tempat lain. Tidak memanfaatkan berugak sebagai tempat yang biasa dikerumuni warga. “Kita punya tradisi untuk saling berbagi,” cakapnya. Bicara politik, bicara pendidikan, dan bicara hal-hal lainnya sangat pantas dan cukup mengena bicarakan juga di berugak. Hilangkan pikiran, kalau bicara politik, adalah obrolan berat. Manfaatkan budaya dan tradisi ngerumpi di berugak sebagai media untuk membicarakan, merencanakan kegiatan pembangunan menuju masyarakat yang lebih maju.

No comments:

Post a Comment