Friday, July 23, 2010

“Warige” Ramalan Iklim ala Orang Sasak

SEBAGIAN orang Sasak ternyata memiliki sistem tersendiri dalam meramalkan sesuatu. Termasuk ramalan terhadap iklim. Kearifan lokal itu dinamai, warige. Yakni sistem peramalan iklim yang berkembang sejak lama dikalangan masyarkat Sasak Lombok. Mengingat masyarakat sasak ini mayoritas muslim, acuan penanggalan dalam warige ini pun menggunakan bulan Qomariyah.

Dijelaskan peneliti di Pusat Penelitian Sumberdaya Air dan Agroklimat (PUSLISDA) Universitas Mataram (Unram), Ir. Ismail Yasin, MSc. dengan menggunakan sistem Warige dapat diketahui kapan hujan turun lebat, normal dan sedikit hujan.

Penentuan dengan cara Warige dinilai berkembang di masyarakat Sasak dan setelah diteliti memiliki tingkat keakuratan tinggi. “Akurasinya mencapai 70 persen,” ucapnya. Adapun cara mengetahui intensitas hujan itu dengan melihat tanggal terjadinya tumbuk (over head sun). yakni, tanggal dimana sang Surya sebagai sumber panas di bumi persis berada diatas kepala.

Ketika dicek secara ilmiah, ternyata dalam bulan Masehi tumbuk di pulau Lombok khususnya terjadi pada tanggal 15 Oktober. Dimana, Lombok yang berada di 8035I Lintang Selatan (LS) setiap tahunnya selalu terjadi tumbuk tanggal 15 Oktober.

Menghitung warige musim hujan intensitasnya lebat, sedang dan normal dilihat pada tanggal tumbuk di bulan qamariyah. Diketahui, antara bulan Masehi dan Qamariyah ini berbeda, jika tumbuk itu terjaditanggal 6 bulan Qamariyah, maka curah hujan cukup tinggi. Selanjutnya, jika terjadi tumbuk tanggal 16 dibulan Qamariyah, maka hujan normal, yakni sekitar 1.500 mm3 pertahun.

Terakhir, jika tumbuk terjadi pada tanggal 26 maka curah hujan rendah. Hal ini terbukti, saat diperhatikan di tahun 2009 lalu, terjadi tumbuk sehingga terlihat curah hujan relatif rendah. Dengan warige ini, sifat hujan. Dapat diketahui, pesta bau nyale banyak atau tidak nyale yang diperoleh.

“Orang tua kita sebenarnya sudah sangat faham kondisi iklim ini,” ucap Ismail. Terhadap ramalan dengan warige, lanjutnya selama dua tahun terakhir selalu tepat.

Sementara, jika dikaitkan dengan anomali iklim dibantah Ismail kalau kondisi iklim saat ini terlihat parah dan menyimpang. Perubahan yang terjadi saat ini hanyalah bentuk dari variasi iklim yang terjadi beberapa tahun terakhir. Memang, tidak lepas dari adanya pengaruh global warming.

Terjadi el nino (musim kering) dan la nina (musim basah). Dimana, kalau anomali terjadi dalam puluhan tahun, sementara yang terjadi saat ini hanya perubahan waktu turunnya hujan. Dalam hitungan warige, hujan terus akan turun hingga Nopember mendatang. “2010 ini hujan cukup normal,” imbuhnya. Agustus-September-Oktober memang biasanya kering, namun untuh tahun 2010 ini masih ditemukan hujan. Musim kemarau, diprediksi akan terjadi tahun 2011 mendatang.

Prof. Ir. H. Mansur Ma’shum PhD., menambahkan local wisdom (kearifan lokal) yang ada pada masyarakat sasak sebagian besar diambil dari kitab-kitab dulu. Ada disebut kitab bintang 12, tajul muluk dan beberapa kitab rujukan lainnya.

Disampaikan, penentuan musim ini disetiap daerah itu ada. Di Jawa dikenal dengan sebutan pranoto mongso. Hanya saja diakui mantan rektor Unram ini, kearifan lokal itu mulai terlupakan. Pihaknya, coba mengangkat kearifan lokal itu ke dalam kajian ilmiah. Hasil kajian ilmiah dengan kearifan lokal itu bisa dikolaborasikan dan tidak terjadi pertentangan.

Tidak adanya pertentangan itu diakui analis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Aldi Rifaldy. Kekurangan local wisdom itu hanya pada data. Beda dengan BMKG dengan dukungan data dan teknologi. (rus)

No comments:

Post a Comment