Sunday, October 3, 2010

Persoalan Akreditasi Kedaluarsa, Antara Kemalasan PT atau Ketidakseriusan BAN PT

Sejumlah perguruan tinggi (PT) ternama di NTB ternyata memiliki persoalan dalam hal akreditasi program studi. Selain telah dinyatakan banyak prodi yang kedaluarsa, diperparah lagi dengan prolehan akreditasi paling rendah, akreditasi C. Persoalan itu menimbulkan penafsiran, apakah karena kemalasan perguruaan tinggi (PT) atau ketidakseriusan Badan Akreditasi Nasional (BAN) Perguruan TInggi (PT)?

TERHADAP persoalan akreditasi tersebut, sejumlah Rektor yang ditanya mengaku sudah berusaha keras agar bisa mendapatkan akreditasi yang baik. Mulai dari Rektor Universitas Mataram (Unram), Prof. Ir. Sunarpi, PhD., mengaku sudah membentuk tim khusus bahkan untuk dapat segera mendapatkan predikat akreditasi pada semua prodinya.

Soal akreditasi ini pun menjadi bagian yang diungkapkan sebagai prioritas Unram. Akreitasi kembali disebutkan Rektor Unram itu sebagai bagian dari PR Unram yang disebutkan Sunarpi dalam peringatan Dies Natalis Unram ke 48 Sabtu (2/10) lalu.

Begitupun Rektor Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Mataram, Dr. H. L. Said Ruhpina. Dikatakan, pihaknya selalu intens melakukan komunikasi dengan BAN PT agar segera mendapatkan akreditasi. Namun, kendala di BAN PT nilainya yang kurang tenaga sehingga terpaksa membuat antre seluruh PT yang ada di Indonesia. Ribuan prodi yang harus di akreditasi.

Keharusan mengantre itu diakui pula oleh salah seorang assessor BAN PT dari Unram, Prof. Ir. H. Mansur Ma’shum, PhD. Tahun ini saja sekitar 7 ribu prodi. Sementara tenaga Assesor terbatas. Ditambah lagi panjangnya proses yang harus dilalui hingga bisa prodi PT bersangkutan diberikan great akreditasi.

Mengakreditasi prodi dan juga akreditasi lembaga atau istitusi pendidikan itu ada aturan hukum yang jelas. Tidak ada alasan bagi PT sebagai institusi pendidikan tidak melakukan akreditasi. Aturan hukumnya, mulai dari pasal 60 dan 61 UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) juncto (jo) pasal 147 UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen jo pasal 86, 87 dan 88 Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional (SPN) serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) tahun 2005 tentang BAN PT.

Bagi yang tidak terakreditasi, ditafsirkan tidak diperkenankan mengeluarkan ijazah. Terang saja mahasiswa terombang ambing dan kebingungan mengetahui prodinya tidak terakreditasi. Persoalan terbesarnya, ijazah mereka tidak memiliki player effect sama sekali. Tidak heran juga kalau melamar ke sebuah perusahaan ternama, mereka terpental dengan sendirinya.

Apakah mahasiswa dibiarkan menjadi korban atas sistem yang dibuat para elit pendidikan ini? Harapan mahasiswa ada jalan keluar yang bijak yang bisa diambil para penentu kebijakan. Tentu tidak diinginkan mereka, sudah bayar kuliah mahal-mahal namun ijazah tidak ada gunanya jelas akan menjadi masalah baru. Bisa menambah pengangguran structural.

Sedangkan bagi Rektor Universitas 45 Mataram, Drs. H. Sabidin Rifaeni, menilai soal akreditasi memang telah diamanatkan konstitusi. Sejauh ini, PT tidak selalu berusaha untuk meningkatkan akreditasinya. Tidak ada PT yang tidak ingin mendapatkan great akreditasi terbaik. Namun acap kali termentahkan dalam proses pengurusannya. Disadari Rektor Universitas 45 Mataram ini mendapatkan akreditasi C bisa dibilang hanya sekedar lulus. Akreditasi C terlalu kecil dan rendah.

Hanya saja, menurut Sabidin, persyaratan yang dituangkan BAN PT terlalu ribet. Sehingga PT dalam mengurus akreditasi sangat panjang jalan liku yang harus dilalui. Dokumen-dokumen yang harus diisi sangat panjang. Ia mengatakan prinsipnya ijazah tanpa great akreditasi bisa saja sah. Diibaratkan Sabidin, BAN PT hanya memberikan predikat, berupa nilai A, B dan C. seperti predikat ISO.

Ditanya mengenai akreditasi prodi di kampus 45 Mataram yang dalam catatan BAN PT banyak yang telah kedaluarsa dibantah Sabidin. Katanya, kampus 45 sudah lama mengusulkan akreditasi dan sudah terakreditasi semua. Harapannya, BAN PT bisa mengupdate data yang dimuat secara online di situs BAN PT tersebut. Pasalnya, kalau tidak diperbaharui bisa merugikan PT dan mahasiswa sendiri.

Ditambahkan Sabidin, BAN PT semestinya bisa menambahkan tenaga assessor nya. PT yang berada di wilayah Indonesia bagian timur semestinya bisa diakreditasi oleh BAN PT yang ada di wilayah timur. Tidak seperti sekarang dipusatkan semua di Jakarta. Tenaga BAN PT yang terbatas itulah yang dianggap paling banyak memicu keterlambatan proses akreditasi.

Sementara itu, pemerhati pendidikan, Dr. H. Rusliawan, MPd, menilai, persoalan akreditasi selama ini sepihak diurus oleh PT. Jajaran PT yang harus mengejar bola mencari great akreditasi. Jika tidak ada usulan, maka dibiarkan saja prodi bersangkutan mati karena tidak pernah ada pengakuan. Harapannya, BAN PT bersama Direktorat Jendral (Dirjen) Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) bisa aktif juga.

Selama ini dinilai belum ada aturan hukum yang jelas sebenarnya. Aspek hukum apa yang akan diterima jika tida terakreditasi. Memang ada aturan yang mengamanatkan harus terakreditasi. Namun dictum yang jelas tentang akreditasi itu dalam penjelasan Peraturan Pemerintah (PP) yang lebih teknis belum ada sampai sekarang. Diharap pememrintah segera memberikan aturan yang lebih jelas.

Bagi PT sendiri diharap bisa membentuk tim khusus baik ditingkat perguruan tinggi maupun di tingkat fakultas. Tim ini diharap bisa mengawasi dan mengurusi secara murni persoalan akreditasi. “Bila perlu bentuk kelembagaan khusus,” sarannya.

Mekanisme seperti dewasa ini di PT, di fakultas menyerahkan sepenuhnya ke Pembantu Dekan I dianggap tidak cukup. Pasalnya, mengurus akreditasi dengan sistem seperti sekarang cukup sulit untuk bisa cepat. Sementara disadari tiap tahun PT mengeluarkan ijazah.

Konon, tahun 2011 ini yang tinggal dua bulan ini, pemerintah pusat telah memberikan warning kepada seluruh PT baik negeri maupun swasta agar segera mengakreditasi prodi-nya. Namun tampaknya, warning itu tidak mungkin bisa direalisasikan mengingat fakta sebagian besar PT belum jelas akreditasinya. Semoga benar, para generasi penerus bangsa yang menempuh kuliah tidak menjadi korban atas kesemrautan sistem dalam dunia pendidikan tersebut.

No comments:

Post a Comment