Thursday, September 23, 2010

Pembangunan di Bidang Pertanian Tidak Ada yang Istimewa


GURU Besar Fakultas Pertanian Universitas Mataram (Unram), Prof. Ir. H. Mansur Ma’shum, PhD., menilai selama dua tahun kepemimpinan TGH. M. Zainul Majdi, MA., dan Ir. H. Badrul Munir, MM., sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur tidak ada yang istimewa dan yang bisa dibanggakan dalam capaian pembangunan pertanian. “Kalau refleksi itu kan sebenarnya harus ada yang istimewa,” ungkapnya.

Sisa waktu yang tiga tahun terangnya menjadi waktu bagi Gubernur dan jajarannya untuk memingkatkan komitmen dan pembangunan dibidang pertanian. Dinilai, selama ini komunikasi antara Gubernur dengan Satuan Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) lingkup pemerintah provinsi NTB dan dengan para peneliti dianggap kurang intensif.

Padahal, sempat Wagub memberikan kritik pada perguruan tinggi soal hasil-hasil penelitiannya. “Kalau kita sudah sampai inseminasi,” terang Mansur. Dituturkan, para peneliti Unram sudah melakukan penelitian cukup banyak. Antara lain, penelitian yang mampu menghemat air 56 persen di Sengkol dan Mujur Kabupaten Lombok Tengah (Loteng).

Teknologi tersebut sudah mendapatkan pengakuan ditingkat internasional. Pengakuan dari Australia, Bangladesh, Meksiko dan beberapa Negara lain. Yakni melalui penelitian itu mampu menghemat air untuk tanaman padi. Faktanya, dukungan pemerintah provinsi NTB sendiri tidak terlihat. “Kalau peneliti kan tidak punya uang,” imbuhnya.

Petani prinsipnya sangat tertarik mengaplikasikan hasil penelitian itu. Namun terbentur modal untuk membuat arsitek tanah seperti itu membuat petani tidak bisa berbuat banyak. Bicara bantuan perbankan cukup ribet dengan sebarek prosedurnya. “Keluhan petani itu telah disampaikan ke bank NTB. Direktur Bank NTB cukup merespon. Inilah namanya komunikasi,” ungkap Mansur.

Dibantah Mansur, terhadap kritikan dan masukan-masukannya kepada pemerintah provinsi ini tidak pernah ia komunikasikan langsung kepada Gubernur. Sampai sejauh ini tidak pernah ia dipanggil ataupun sengaja menghadap ke Gubernur untuk menkomunikasikan persoalan pertanian. Terlebih mengenai dugaan dirinya menyampaian usulan reshuffle SKPD rumpun hijau.

“Mansur Ma’shum tidak pernah komunikasi dengan Gubernur,” tegasnya. Ditanya pendapat apa perlu ada reshuffle para pembantu Gubernur, dengan terang dikatakan Mansur ia tidak punya kapasitas untuk bicara apa yang menjadi hak preogratif Gubernur tersebut.

Paling banyak diosoroti mantan Rektor Unram ini, adalah persoalan omprongan tembakau. Belasan ribu omprongan yang diminta beralih menggunakan bahan bakar batu bara dianggap harus terangkan betul-betul ke tengah masyarakat. Utamanya persoalan lingkungan dan dampak buruk terhadap kesehatan yang kemungkinan bisa terjadi.

Beberapa Negara maju, seperti Cina tutur Mansur sebenarnya sudah tidak lagi menggunakan batu bara. Hal itu dikarenakan dampak buruk terhadap lingkungan utamanua pada kesehatan manusia.

Kalau pemakaian skala industri besar, seperti PT. NNT yang cerobong asapnya di atas mungkin tidak menjadi persoalan. Namun pengomprong ini asapnya kemana-mana dan langsung ke masyarakat. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) aku Mansur sudah dihubungi dan mengaku sudah memikirkan hal itu. Namun, masih dipertanyakan apakah benar-benar sudah diteliti.

Sepengetahuan Mansur, secara nasional minyak tanah memang sudah mulai dikurangi. Namun ajakan menggunakan barra prinsipnya tidak sesederhana yang dibayangkan. Asap yang dikeluarkan dari cerobongnya mengandung zat yang berbahaya bagi kesehatan. Mengandung mercury dan logam berat yang berbahaya.

Abu asap yang berterbangan ternyata mengandung partikel halus. Tidak tampak oleh mata telanjang. Partikel pun bisa mengganggu kesehatan. Lain lagi persoalan emisi karbon (CO2) yang keluar mencemarkan udara.

Kalau satu dua oven tembakau yang beroperasi mungkin tidak bermasalah. Namun kalau 13 ribu omprongan atau 10 persen saja maka, berapa emisi karbon yang beterbangan mengancam kesehatan manusia.

No comments:

Post a Comment