Wednesday, November 14, 2012

Pantai Pink Si “Merah Muda” yang Belum Dapat Perhatian

 Waktu itu cuaca cukup cerah. Mentari yang perlahan tapi pasti merangkak naik makin menunjukkan egonya. Memancarkan sinar yang cukup menyengat. Kala itulah, keindahan sebuah pemandangan unik nan eksotis dari sebuah alam terpancar. Teriring surutnya air, bibirnya yang merah muda makin tampak. Menambah kecantikan alam yang menawan.     

ITULAH Pantai Pink. Sesuai dengan namanya, warna pantainya merah muda. Bagi Pantai itu terletak di bagian Selatan Kabupaetn Lombok Timur (Lotim), tepatnya wilayah Desa Sekaroh Kecamatan Jerowaru. Bagi masyarakat sekitar, pantai Pink ini ternyata belum begitu dikenal. Pantai merah muda ini lebih dikenal dengan sebutan pantai Tangsi.

Ketika kali pertama melihat pantai itu, detak takjub dan ucapan memuji akan kebesaran Ilahi. Terpancar pula ketanangan alam pantai. Air yang jernih dengan semilir hembusan angin kencang. Terlihat, sejumlah wisatawan lokal asyik mengambil gambar momontum saat dipantai.

Annisa, salah satu wisatawan mengaku untuk kali pertamanya ia datang ke pantai Pink itu. Bersama teman cowoknya, ia mengaku bermodal nekat saja datang. Pasalnya, pantai yang diketahui dari penuturan teman dan sebuah blog di internet itu sama sekali tidak diketahui letaknya.

Berulang kali bertanya kepada warga di sepanjang Hutan Sekaroh yang di lewati, baru temukan pantai yang letaknya memang cukup sulit dijangkau bagi orang yang baru menginjakkan kakinya di Lotim.

Kondisi infrastruktur jalan yang terlihat memang cukup hancur. Di sepanjang jalan dari Desa Pemongkong, terakhir jalan hotmic cukup panjang jalan rusak yang harus dilewati. Sudah pasti harus hati-hati. Apalagi, ketika hendak turun melewati jalan debu dan berbatu sepanjang sekitar 100 meter menuju arah pantai. Jangan ditanya lagi, kendaraan sudah pasti akan membawa oleh-oleh kotor. Terbilang, terhadap pantai Pink ini belum ada perhatian sama sekali dari pemerintah. Padahal, sejumlah kendaraan roda empat milik sejumlah wisatawan terlihat parkir.

Tidak heran itilah yang kerap disebut, pantai surga jalan neraka, kiranya tepatnya untuk menggambarkan situasi menuju pantai Pink ini. Bagi pencinta melihat keindahan alam dan berwisata ketenangan, rasa pegal berkendara selama beberapa jam akan hilang melihat keindahan si merah muda itu.

Pengamatan Suara NTB, pantai Pink ini bisa menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan. Eksotisme yang dijual dibalik keunikan warna Pink butiran pasirnya yang benar-benar alami. Sejumlah nelayan, yang ditanya soal warna pink itu mengaku kemungkinan besar karena pecaran butiran karang berwarna merah. Pecahan biota laut yang berwarna merah muda bercampur dengan pasir.

Air laut yang jernih sangat tepat sebagai tempat snorkling atau yang ingin aktivitas wisata lainnya . Tidak jauh dari pantai, ada sejumlah pemandangan gili yang bisa dikunjungi dengan perahu kecil. Para nelayan yang tengah beristirahat kerap menawarkan jasa mengantarkan wisatawan.


Tidak jauh dari kawasan ini, ada kawasan Tanjung Ringgit yang diminati investor konsorsium Swedia. Meski terbilang sudah lama Swedia menyampaikan minat dan keseriusannya, penuturan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Lotim, Gufranuddin, sejauh ini masih terkendala sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).  

Pantai Pink, sendiri tidak dijelaskan panjang lebar oleh Kadisbudpar Lotim itu. Katanya dikatakan pantai Pink karena warna pantainya yang merah muda. Belum bisa ditata jauh karena Lotim tidak bisa tanpa investasi. Harapannya, investor yang sudah menanamkan keseriusannya bisa dipercepat pengurusan HPL dan lainnya. Lainnya, terus diusahakan akan dicarikan investor. “Kita terus akan datangkan investor,” jawabnya.  

Camat Jerowaru, Purnama Hadi menambahkan, soal Pantai Pink di NTB Cuma satu-satunya. Sedangkan di Indonesia, informasinya hanya ada dua. Satu di wilayah provinsi NTT. “Satunya lagi ada di pantai kita, ini patut di syukuri,” katanya. Menurutnya, pantai Pink cukup diminati wisatawan. Terbukti saat liburan beberapa waktu lalu, pantai itu cukup ramai dikunjungi.

Soal infrastruktur jalan diakui sepanjang jalan menuju pantai-pantai terindah di kawasan Jerowaru itu rusak, tahun ini dijanjikan akan dibangun. Harapannya segra dapat dukungan anggaran terus untuk perbaikan sarana prasarana lain yang dapat menunjang sektor pariwisata.

Mati, Sejumlah Sentra Produksi Rumput Laut

Sejumlah tempat yang menjadi sentra produksi rumput laut saat ini sudah mati. Rumput laut yang masuk dalam program unggulan pemerintah itu tidak bisa lagi di dibudidayakan. Yakni di Dusun Ujung Desa Pemongkong, Teluk Ekas desa Ekas Buana, Batu Nampar Desa Batu Nampar.

Di Teluk Ekas Desa Ekas Buana dan Dusun Ujung Desa Pemongkong Kecamatan Jerowaru, sudah tidak ada aktivitas pembudidaya rumput laut yang bisa menjanjikan bagi pengembangan ekonomi rakyat. Alat-alat budidaya dibiarkan warga berserakan di bibir pantai. Tidak sedikit dari alat-alat tersebut merupakan bantuan pemerintah. Namun, kini menjadi sia-sia.

Amaq Mawar, Ketua RT Desa Ujung yang diwawancara Minggu (11/11) kemarin mengaku salah satu penyebab tidak lagi bisa melalukukan budidaya hasil laut terjadi akibat kerusakan ekosistem laut. Tidak ditampik, kerusakan tersebut tidak lepas dari perilaku manusia. Masih banyak aktivitas nelayan yang menangkap ikan dengan cara-cara tidak wajar. Antara lain, menebar putas alias racun di tempat-tempat tumbuh dan kembangbiak ikan. Para nelayan sengaja menyelam membawa putas berisi botol air mineral. Di tempat kumpulnya ikan, putas lalu dilepas.

Agar tidak diketahui orang, para nelayan sengaja memilih malamhari untuk menyelam. Pagi hari baru pulang. Membawa alat tangkap seolah ia menangkap ikan dengan alat yang diperbolehkan. Sudah bertahun-tahun hingga sekarang, aktivitas menangkap ikan dengan menebar putas itu dilakukan nelayan. “Kalau menggunakan bom masih mending,” akunya.

Beberapa tahun lalu, ikan-ikan besar begitu mudah di dapat. Budidaya rumput laut melimpah ruah. Saat ini, ikan besar hanya bisa diperoleh di lautan jauh ke tengah. Rumput laut sama sekali tidak bisa dibudidayakan. Tidak heran, masyarakat yang pernah senang dengan rumput laut kini lemah.

Bantuan untuk pengembangan rumput laut memang diberikan. Namun tidak diajarkan cara pengembangannya. Tidak heran, bantuan tersebut kini menjadi sia-sia. Terbuang dan menjadi sampah di pinggir-pinggir pantai.

Fakta hancurnya sentra-sentra budidaya rumput laut itu diakui Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) Lotim, H. Hariyadi Surenggana. Menjawab Suara NTB sebelumnya, ia menyebut Dusun Ujung, Ekas, Batu Nampar diakui habis rusak semua.

Kehancuran budidaya itu tidak terlepas dari akibat perubahan iklim. Saat ini, tempat sentra produksi yang masih bertahan bertempat di Sawung, Swaga dan Seriwe. "Ke depan pasti akan berkembang," janji Surenggana meyakinkan. Akibat perubahan dan hancurnya sentra-sentra produksi rumput laut itu diakui berpengaruh pada penurunan produksi.

Disebutkan Surenggana, soal bantuan alat pengembangan rumput laut pernah diberikan dari Pemerintah Provinsi NTB. Bantuan berupa alat budidaya dua long line. "Longline 50X50 meter, Itu berupa tali 50 utas, panjangnya iya sekitar 2500 meter," sebutnya

Pengembangan rumput laut memang menjadi salah satu program Pemprov NTB dalam akronim Pijar. Dimana, Rumput laut diyakini bisa sebagai usaha lain bagi nelayan untuk tingkatkan pendapatan. Terlebih bagi masyarakat pesisir yang terisolasi. Pengembangan rumput laut juga ada lewat bantuan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT).

Lebih lanjut menanggapi soal kehancuran sentra-sentra budidaya tersebut, Surenggana menilai sebenarnya petani yang jauh lebih faham. Katanya, Rumput laut berkembang sejak tahun 1980. "Siapapun melihat, langsung bisa. Tidak ada kesulitan. Kalau sekarang tidak dibina, berarti itu pendatang baru," bantahnya

Sistem budidaya dengan menggunakan Longline juga sudah berkembang cukup lama, sekitar lima tahun lalu. "Kalau nelayan tidak bisa, itu keterlaluan," ucapnya menyalahkan para pembudidaya.

Meski demikian, diniatkan Surenggana, pihaknya akan berusahan menghidupkan lokasi sentra-sentra produksi yang mati. Jika tidak bisa dalam bentuk pembinaan pengembangan rumput laut, rencananya para pembudidaya akan diberikan batuan Keramba Jaring Apung (KJA).


Pantai Surga di Lotim


Eksotisme alam pantai menjadi salah satu andalan wisata bahari Kabupaten Lombok Timur (Lotim). Terbilang di sepanjang pantai di kawasan Lotim bagian selatan, berjejer pantai-pantai yang sangat menarik. Hanya saja, pengembangan obyek wisata itu terkendala infrastruktur. 

Mulai dari infrastruktur jalan, air, bankan listrik. jangankan di sepanjang pesisir pantai, perkampungan yang terdapat di sekitar pantai pun masih belum tersentuh penerangan. Wow, Lotim tidak diherankan menjadi salah satu daerah tertinggal yang butuh perhatian.  

Salah satu yang diakui adalah pantai Surga Desa Ekas Buana Kecamatan Jerowaru. Kondisi jalan menuju pantai indah nan menawan ini masih terlihat hancur. Dari jalan utama menuju pantai hanya berupa jalan tanah yang belum tersentuh program pengerasan ataupun pengaspalan tanah dari pemerintah. 
 

Santai Surga saat ini butuh waktu sekitar 1,5 jam dari kota Selong ibu Kota Pemerintahan Kabupaten Lotim. Kalau dari Mataram, kira-kira butuh 3 jam lebih. Saat ini memang, jika dilihat dari Kota Selong, tidak terlalu bermasalah jalannya. Baru kemudian sekitar 5 km menuju pantai, medan jalan yang akan dilewati berupa batuan kerikil dan tanah. Ketika musim hujan, jalan pasti licin dan pengendara harus berhati-hati. 
 
Selain ke Pantai Surga, jalan ke Pantai Pink juga diakui masih hancur. Disebut ada sepanjang 11 km dari jalan utama yang masih hancur. Tahun ini akan dikerjakan sepanjang 3 km. Sisanya, 8 km diharap bisa berlanjut pada tahun anggaran berikutnya.

Kata Gufranuddin, keterbatasan dana yang dimiliki Kabupaten Lotim menjadi kendala terbesar. Penggunaan anggaran selama ini masih fokus pada kawasan sentra pengembangan ekonomi produktif masyarakat. "APBD Lotim masih fokus pada jalan-jalan ekonomi masyarakat," pengakuan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lotim, H. Gufranuddin

Meski demikian, dipastikan Gufranuddin, Pemkab Lotim akan menjadikan jalan-jalan menuju obyek wisata. "Kita menunggu anggaran," unggahnya. Harapannya, investor turut ambil bagian dalam pembangunan infrastruktur jalan tersebut. Hanya saja dinilai para investor lebih berorientasi pada keuntungan usaha. "Lebih pada profit oriented," imbuhnya.

Pantauan Suara NTB, infrastruktur jalan menuju pantai-pantai yang indah di Lotim bagian selatan ini memang terlihat hancur. Seperti jalan ke Pantai Surga, istilah jalan neraka menuju pantai tersebut masih melekat. Dimana, jalan menuju kawasan pantai indah ini masih berbatu.

Penuturan Adi, penjaga sebuah bungalow di kawasan pantai Surga, jalan menuju pantai Surga itu sudah 20 tahun tidak kunjung diperbaiki. Saat musim kemarau, hembusan angin kencang akan membuat kabut debu yang membahayakan para pengendara. Kondisi infrastruktur jalan itu diperparah dengan kondisi jalan yang licin saat musim hujan.

Soal minat pengunjung ke pantai Surga, kata Adi sangat besar. Pada hari-hari libur, diyakinkan pengunjung sangat ramai. Tidak saja wisatawan lokal, wisatawan mancanegara pun cukup marak. Tiap pekan, katanya tidak jarang kapal-kapal kecil yang singgah dari Jepang, Australia dan Singapura. "Kapal-kapal itu datang ke sini setelah dari Kute dan Senggigi," tuturnya.

Selain pemandangan pantai berpasir putih, para wisatawan juga bisa menikmati aktivitas selancar dan menyelam. Terlihat, Sabtu lalu, sejumlah wisatawan tengah asyik melakukan aktivitas berselancar.

Selanjutnya, dituturkan Kadisbudpar Lotim, pihaknya telah berkomunikasi dengan Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI). Pihak BPPI sudah mengetahui eksotisme alam wilayah pantai di Lotim bagian selatan. BPPI katanya siap embantu mempromosikan ke kancah dunia.

Proses promosi diminta pihak BPPI bersamaan dengan proses penataan. Tidak diinginkan obyek yang dipromosikan tidak ada prubahan, dan aktivitas promosi hanya sekadar mengundang wisatawan datang sementara obyek wisata belum tertata baik.

Terkait minat investor mengembangkan wisata bahari di Lotim bagian selatan, saat ini tercatat belasan investor yang sudah menyampaikan minat untuk investasi. Bahkan sudah ada yang menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman dengan Pemkab Lotim. Di wilayah Pantai Surga, lanjutnya beberapa kawasan sudah siap dibangun hotel, bungalow dan resor. Tanah-tanah pun mulai di kavling untuk pembangunan. (.)