Monday, July 18, 2011

Orang Miskin Sebaiknya Jangan Sakit!


Mentari sore waktu itu masih memancarkan panas trik mentari yang terasa masih menyengat. Darii sudut Gang Orong Teker (Ortek) di sebuah perkampungan padat penduduk Desa Terara Utara Kecamatan Terara Kabupaten Lombok Timur (Lotim), Rizky Ikhtiar menangis. Anak kedua Zulkarnaen seperti memberitahukan penderitaannya. Karena tangisannya tidak seperti anak-anak seusianya.

RIZKY Ikhtiar, hidup kurang normal. Matanya sebelah kanan menyembul keluar. Pengakuan seorang dokter yang pernah mendiagnosanya, ia tengah mengidap tumor. Setahun sudah lamanya, balita malang ini mengidap penyakit yang katanya pernah pernah diklaim juga sebatas katarak biasa. Namun makin hari, benjolan daging makin membesar. Parahnya lagi, nanah mengalir dari sela-sela daging yang tumbuh itu.

Zulkarnaen tidak kuasa. Lagi-lagi, alasan kemiskinan yang melilit keluarganya membuatnya tidak mampu membiayai anaknya berobat dengan biaya besar. Apalagi menyebut akan operasi. Makelar perempatan yang memiliki penghasilan tidak tetap ini tak hanya mengharapkan belas kasih dan bantuan dari orang lain.

Kartu Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) yang dimilikinya tidak mampu menolong anaknya. Padahal sedari awal ketika cara pengobatan medis ditempuh, cukup lancar prosesnya. Namun ketika ingin lebih, termentahkan oleh prosedur yang meribetkan.

Zul menuturkan, pada mulanya berdasarkan hasil pemeriksaan pertama di dokter mata RSUD Selong, anaknya divonis mengidap tumor. Oleh sang dokter, ia pun diminta untuk dirujuk ke RSU Provinsi NTB di Mataram. Sayang sungguh disayang, ketika diperiksa di rumah sakit yang terbakar belum lama itu, ia justru hanya mendapatkan hasil diagnosa yang berbeda. “ini sih cuma katarak biasa,” ucapnya menirukan acapan sang dokter di RSUP NTB itu.

Kini semua bola mata anak laki-lakinya itu seperti menyembul semua keluar. Hal itulah yang membuat keluarga miskin ini semakin membingungkan. Para dokter seperti mempermainkannya. “Benar-benar tumor atau hanya katarak biasa,”…Beberapa waktu lalu, Zul pun mencoba datang lagi ke RSU terbesar di NTB. Karena rujukan dokter di RSUD Selong ke RSUP itu segera saja dioperasi.

Kembali, jawaban kurang memuaskan diterima dari RSU Provinsi. “Disini sudah tiga tahun alatnya rusak. Kalau mau dioperasi di sini, bawa saja alat yang ada di Lotim itu ke sini,” ungkap Zul menirukan kembali ucapan tim medis yang menerimanya.

Semakin memilukan kembali, saat ia tidak bisa mendaftar. Pertanyaan dari tim medis yang melayaninya, “Pakai bayar atau JPS?” karena keadaan yang memang demikian adanya, jamkesmas yang menjadi andalan ternyata tidak mampu menolong anaknya. Zul pun beranggapan, dikarenakan hanya mengandalkan jamkesmas, ia pun mendapatkan pelayanan yang kurang diprioritaskan. Ia pun mencoba membuatkan Surat Keterangan Tanda Miskin (SKTM) untuk anaknya. Meski sudah mengurus itu, keinginannya untuk bisa dioperasi dengan dana bantuan pemerintah tidak kunjung terwujud.

Harapannya kini cuma satu. Anak kesayangannya dapat segera dioperasi saja. Pasalnya, melihat kondisi anaknya yang juga pernah dioperasi bibir sumbing ini sudah cukup memprihatinkan. Makin hari makin membesar. Kini ada salah seorang yang coba ingin membantunya. Namun sebatas untuk mengurus proses mendapatkan jaminan dari pemerintah.

Keluarga sederhana ini kini hanya bisa menunggu. Menunggu kapan keajaiban itu akan datang membantu anaknya. Soal berobat ke dukun sudah tidak terhitung dilakukan. Urusan makan pun katanya kerap ditunda demi pengobatan sang anak.

Sosial maker Lotim, Ujipuddin menaruh harapan serupa kepada semua pihak agar bisa membantu pasien miskin. Tidak saja Rizky Ikhtiar, namun ratusan orang di Lotim memiliki nasib serupa. Utamanya diluar biaya medis. Mustahil bisa menerima perawatan medis sementara biaya mengantarkan ke tempat perawatan medis itu tidak ada.

Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Lotim H. Suroto menuturkan ia saat ini sedang mengusahakan proses pemberian jaminan kesehatan pada balita malang itu. Rujukan untuk ke rumah sakit Sanglah Denpasar Bali sedang dipersiapkan. Ketidakjelasan diagnosa dokter tampaknya menjadi pemicu belum jelasnya penanganan medis yang harus diberikan pada balita Rizky Ikhtiar itu.

Mengenai Jamkesmas Suroto ini mengatakan sudah cukup berlebih pemberiannya kepada warga miskin Lotim. Disebutkan penerima jamkesmas secara keseluruhan sebanyak 511.650. dari jumlah itu, jika mengacu pada jumlah penduduk di Lotim berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 lalu, 1,2 juta jiwa maka sudah mencapai 50 persen penduduk Lotim yang menerima jamkesmas. Padahal jika mengacu pada persentase penduduk miskin hanya 23,95 persen akan tercatat semestinya 260 ribuan penduduk miskin di Lotim.

Meski demikian, saat pendataan masih ada penduduk yang mengaku miskin yang mengaku belum mendapatkan jamkesmas. Hadirnya jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) yang dikeluakan Pemerintah Provinsi untuk Lotim 71.388 orang menambah catatan jumlah penduduk Lotim yang menerima jaminan kesehatan dari pemerintah.

“Jadi total penerima jamkesmas dan jamkesda ini mencapai 583.036 orang, sudah cukup banyak,” penilaiannya. Belum menerima diberikan lagi SKTM. Dengan demikian, menurut Suroto, tidak ada lagi sebenarnya warga yang miskin.

Mengingat hal itu, sangat diharapkan Suroto Jamkesmas dan jamkesda itu bisa benar-benar tepat sasaran. “Kalau kita kan hanya melayani jamkesmas, soal siapa yang diberikan itu ditetapkan oleh dusun dan desa. Kalau kadusnya sudah bilang ini miskin ya kita berikan saja,” demikian.

Untuk Jamkesda yang ditinggal mati bisa digantikan ke orang lain. “Kalau Jamkesmas ini sudah menjadi ketentuan pusat, tidak bisa kita ganti meski pemilik sudah meninggal,” tuturnya menambahkan.

Soal pelayanan, diyakini sudah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Bantahannya, selama ini tidak ada istilah tebang pilih. Dipastikan, semua dilayani dengan baik. Kendalanya memang, biaya memenuhi kebutuhan lain selain untuk keperluan medis. Biaya kebutuhan hidup keluarga yang menjaga. “Soal pelayanan kesehatan sudah sangat bagus,” nilainya. Bahkan untuk biaya hidup ini tuturnya pihaknya berusaha untuk membantu mengusahakan dari pada donatur. Antara lain dari Badan Amil Zakat Daerah (Bazda).

Disadari para pelayan medis ini, faktor biaya diluar medis yang juga cukup besar menjadi persoalan sendiri bagi pihak keluarga, Menurut hemat penulis, biaya selama mendampingi, ada alokasi dana dari jamkesmas yang disalurkan. Tidak bisa dari jamkesmas, harapan dana lain bisa mengalir. Karena menjadi hal yang mustahil pihak keluarga tidak turut mendampingi proses penyembuhan. Terlebih, namanya warga miskin, selain berat pada aspek pembiayaan medis juga pada aspek ongkos.

Mengenai soal anggaran yang dipersiapkan di Lingkup Dinas Kesehatan Lotim, ditambahkan Suroto, dimasing-masing puskesmas diberikan Rp 1000/bulan/orang kepada para penerima jamkesmas. Dalam setahun diberikan Rp 12 ribu. Dari pemberian dana tersebut dirasa cukup membantu pelayanan kesehatan kepada warga miskin itu.

Humas RSUD Dr. R. Soedjono Selong, dr. Sidarta Fitriadi juga memberikan kepastian bahwa dalam pelayanan terhadap kesehatan masyarakat dipastikan sesuai dengan prosedur pelayanan medis yang telah ditetapkan. Tidak ada perbedaan pelayanan antara si kaya yang mampu bayar maupun si miskin yang hanya mengandalkan jamkesmas atau SKTM.

Di RSUD Selong ini, tahun 2011 dianggarkan dana Rp 3 miliar. Tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya sekitar Rp 2,76 miliar. Dengan alokasi anggaran itu, dipastikan bisa melayani dengan baik.

Diakui Sidarta, terkadang ada perbedaan persepsi antara warga dengan tim medis. Bagi para tim medis, bantahan Humas RSU ini jika sudah sesuai prosedur yang telah ditetapkan maka sudah benar langkah-langkah dan pelayanan yang diberikan. “Memang terkadang kita berbeda pandangan,” ucapnya.

Untuk di RSUD Selong sendiri, berupaya untuk melayani dengan baik sesuai prosedur. Sebagai contoh dalam pelayanan operasi pasien, Sidarta memberikan kepastian semua yang telah mendaftar tidak membutuhkan waktu lama menunggu. Antrean untuk operasi diakui ada. Tapi tidak akan berselang lama. Karena tenaga dokter dan alat medis yang ada dirasa sudah cukup memadai.

Disebutkan Sidarta, tercatat dalam sebulan terakhir sebanyak 79 orang yang akan operasi. Tim dokter RSUD Selong ini bisa melayani pasien operasi 2 orang /hari. “Jarak antrean paling lama dua bulan,” ucapnya. Itupun bagi yang tidak emergensi. Terhadap pasien yang emergensi, tidak akan dibiarkan menunggu lama. Delapan dokter spesialis, yakni bidang kandungan, penyakit dalam, anak, bedah dan mata siap melayani.

Mengenai jenis penyakit yang diderita warga Lotim, terbanyak berupa tumor jinak leher. Pasien yang tidak bisa ditangani di RSUD Selong tanpa menunggu proses panjang langsung dirujuk ke rumah sakit yang dipandang bisa memberikan solusi terhadap kesehatan pasien.***